
Ketua MUI Tangsel Ingatkan Dai, Rapi Penampilan hingga Mantapkan Ilmu
Menjadi dai bukan sekadar menyampaikan ceramah, tapi juga soal kesiapan diri, mulai dari ilmu hingga penampilan. Pesan ini kembali ditegaskan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tangerang Selatan, KH Saidih, saat membuka acara Sosialisasi dan Standarisasi Dai MUI Tangsel di Gedung Kelembagaan, Jalan Siliwangi, Pamulang Barat, Kamis (25/9/2025).
Menurutnya, hal kecil seperti posisi peci pun bisa mencerminkan kesiapan seorang dai. “Kalau peci miring, itu tanda dai belum siap. Bagaimana mau memberikan ceramah, kalau pakai peci saja tidak bisa benar. Masyarakat akan menilai dari hal-hal sederhana seperti itu,” ujar KH Saidih disambut tawa ringan para peserta.
Pimpinan Yayasan Daarul Hikmah itu lalu mengenang masa mudanya ketika mulai terjun berdakwah. Ia mengaku pengalaman di lapangan membuktikan betapa sensitifnya masyarakat terhadap penampilan seorang dai. Baju yang rapi dan peci yang terpasang benar, kata dia, seringkali lebih dulu mendapat perhatian jamaah dibanding isi ceramah itu sendiri.
Namun, KH Saidih menegaskan bahwa penampilan hanyalah pintu masuk. Seorang dai tetap wajib memperkaya diri dengan ilmu, sebagaimana pesan Al-Qur’an agar setiap muslim terus belajar sepanjang hidup. “Materi dakwah harus relevan dengan kondisi masyarakat. Jangan sampai dai terjebak hanya menyampaikan hal-hal usang, sementara masyarakat bergerak dengan dinamika baru,” ucapnya.
Ia juga mengingatkan tantangan era modern yang penuh dengan derasnya arus informasi dan digitalisasi. Para dai, lanjutnya, dituntut cermat dan bijak dalam menggunakan bahasa, baik lisan maupun isyarat. “Kesalahan dalam bahasa tubuh, cara berpakaian, apalagi dalam penyampaian materi, bisa menimbulkan kebingungan, bahkan masalah baru di masyarakat,” tegasnya.
KH Saidih menutup sambutannya dengan nasihat sederhana namun penuh makna. “Yang penting rapih dulu pakai peci. Kalau itu sudah benar, insyaAllah ceramah akan lebih mengalir,” ujarnya. (din).








