Dakwah Era Milenial, Dai Diharuskan Kuasai Teknologi

Materi-KH Cholisudin Yusa (kanan) bersama Moderator KH Sofyan Mastas (kiri).

Keberadaan teknologi informasi sudah berkembang pesat. Semua informasi sudah ada dalam genggaman.

Kejadian apa pun di masyarakat dengan mudah ditanggapi oleh para pemuka agama di tanah air. Lalu bagaimana respon para pendakwah di tanah air ?

Dalam satu sesi Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI Tangsel yang digelar pada Senin-Rabu (19-21/5) yang digelar di Cisarua Bogor dengan jumlah peserta 100 yang berasal dari seluruh kelurahan di Tangsel.

Pemateri KH Cholisudin Yusa menegaskan pentingnya kecakapan berselancar di dunia maya bagi para peserta PKU yang nanti akan jadi pendakwah di masyarakat. Mengingat pentingnya arah baru penggunaan alat untuk dakwah.

“Masyarakat kita harus diakui tertinggal dalam penggunaan media elektronik. Ketika dunia digital berkembang pesat masih banyak pendakwah kita yang kurang bisa memanfaatkannya,” katanya.

Dirinya jelaskan bahwa generasi millenial yang belakangan menjadi trend, mempunyai kecendrungan pada media digital yang pada gilirannya harus direspon oleh para pendakwah.

“Para pendakwah kita masih tertinggal dari kemajuan teknologi informasi. Harusnya bisa menjadi pendamping para generasi millenial dalam belajar agama Islam,” pinta dia.

Terkait itu, dia menjabarkan media sesat di tengah ketertinggalan generasi millenial atas pemahaman agama akan sangat berbahaya, karena akan menjadi seorang yang ekstrim dengan penggalan ayat tertentu.

Menurutnya, ini merupakan tantangan bagi pendakwah sekarang perlu pendekatan khusus untuk menjelaskan ulang terkait definisi jihad, sehingga nantinya akan mendapatkan pencerahan baru.

“Saya berharap dari temen-temen ini bisa mendukungnya dengan menjadi tim yang kuat atas isu tertentu, agar tersebar,’ sarannya.

Ada lagi saran dia dengan pendekatan budaya bagi para orang yang sudah terlanjur melakukan perbuatan melanggar hukum, karena pada prinsipnya mereka juga mempunyai niat untuk mengubah diri lebih baik.

Dirinya pernah diundang ke Nusa Kambangan dengan pengawalan ketat, tapi ketika sampai di penjara mendapati para narapida menangis menyesali perbuatannya.

“Ketika dia sudah bertobat, pasti akan bisa kita ajak kembali ke jalan yang benar,” kenangnya.

Ini menyadur sejarah penyebaran Islam, yang menggunakan pendekatan budaya dalam mendekati orang-orang jawa dengan wayang kulit lainnya.

Wali Songo menjadi berhasil dikenang sampai sekarang karena mereka berhasil masuk ke budaya masyarakat pada zamannya.

“Budaya seni menyanyi lebih efektif dibandingkan yang lain. Seperti baca sholawat dengan pelbagai gaya nyanyiannya, Ini masih bisa dilakukan saat ini, tinggal ganti medianya,” jelasnya.

Dalam kretifitas pendakwah, dirinya memberikan saran agar punya daya tarik bagi para pendengar, itu yang pertama.

Kedua dengan tetap melakukan latihan agar mampu menghasilkan pendekatan yang sangat pas dengan kondisi masyarkat.

Ketiga bisa saja dengan membuat tim media sosial yang kuat dengan target membidik sesuatu yang besar, seperti kebijakan usaha menggali data-data terus ditampilkan secara oleh bagian riset, penulis, editor, up loder, menentukan sasaran pembaca dan media digital yang memadai. (din).