MUI- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tangsel mengadakan Rapat Koordinasi (Rakor) Ormas Islam se Kota Tangsel pada Kamis (10/09) bertempat di Aula Gedung Pelayanan Keagamaan di Jalan Siliwangi nomor 2 Pamulang, Tangsel. Turut dihadiri Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany.
Kegiatan ini dari Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI Kota Tangsel. Ketua Panitia acara H Nana Suardi. Para ulama pengurus MUI turut hadir, juga Kepala Kantor Kemenag Kota Tangsel Abdul Rojak dan para tokoh ormas Islam se Kota Tangsel. Sedikitnya perwakilan dari Ormas Islam yang hadir 50 peserta, mereka berasal dari NU, Muslimat, Fatayat, Aisiyah, Ansor, Pemuda Muhamadiyah, dan berbagai orgranisasi Islam lainnya.
Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany berpesan, supaya umat Islam tetap bersatu, dalam menjaga keharmonisan di Kota Tangsel. Karakterisitik kota Tangsel adalah majemuk, berbagai suku budaya dan agama. Maka dalam menjaga toleransi agama, sesamanya harus saling menghormati pemeluk agama yang lain. dengan penuh penghayatan sesuai ajaran agamanya masing-masing.
“Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin. Agama yang cinta damai. Tentunya dengan saling menjaga maka semua menjadi damai, menjalankan ibadah juga lebih khusuk. Berbicara radikalisme, di luar Islam juga ada radikalisme. Sehingga jangan gampang hanya melihat seseorang hanya dari tampilan semata. Mari kita saling hormat satu dengan yang lain untuk mewujudkan Kota Tangsel yang nyaman,” pesannya.
Kepala Kantor Kemenag Kota Tangsel, Abdul Rojak mengingatkan pentingnya tentang beragama yang totalitas atau kaffah. Selain itu beragama juga perlu modernisasi atau istilah modernisasi beragama agar ada keseimbangan baik dari pemikiran, perilaku dan implementasi di tengah masyarakat.
“Sehingga akan tercipta harmonisasi di tengah masyarkat, jika semua organisasi Islam saling menghormati bukan saja dalam tataran di tengah masyarkat tapi juga saling menghormati dalam soal implementasi beribadah. Karena masing-masing memiliki dalil ada yang salat subuh pakai kunut ada yang tidak. Namun bagaimana sesama warga negara sama-sama membangun bangsa ini untuk menciptakan suasana aman dan damai dan tercapainya Islam moderat dan tolerasi yang dinamai Madani,” ujarnya.
Turut hadir Sekjen Muhamadiyah Prof Abdul Mu’ti, dengan materi bertajuk “Berislam Yang Moderat: Pengalaman dan Pembinaan di Muhammadiyah”. Profesor yang telah melahirkan cukup banyak buku-buku akademik kesilaman ini mengambarkan Islam di tataran global. Menurutnya pasca pengeboman gedung kembar WTC di New York, Amarika Serikat pada 11 September 2001 muncul istilah Islamofobia dari Eropa. Dan Islam ektrimis dan lain sebagainya.
“Konsep Islam wasatiyah mengemuka dalam dua dasa warsa pasca serangan bom di Amarika Serikat. Islam dan muslim menjadi sorotan tajam. Gelombang kebencian kepada Islam dan muslim terjadi di hampir seluruh dunai. Termasuk internal umat Islam sendiri saling menuding, ada khawarij, salafisme dan wahabisme. Namun demikian selalu ada hikmah kebangkitan Islam untuk menggali lebih dalam hazanah dan mengembangkan gerakan islam yang menghadirkan sebagai agama wasatiyah dan menghidupkan wisdom keberislaman yang ramah sebagai aktualisasi Islam yang rahmatan il alamin,” ungkapnya.
Sedangkan Sekretaris Komisi Dakwah MUI Pusat KH. Zubaidi, memaparkan materi bertajuk“Islam Wasathiyah”. Menurut MUI karakteristik wasatiyah meliputi, mengambil jalan tengah, seimbang, lurus dan tegas, toleransi, egaliter dan musyawarah serta reformasi dan mendahulukan yang prioritas dan dinamis serta inovatif. Dan terakhir berkeadaban.
“Dengan demikian maka dengan paham ahlussunnah wal jamaah yang didakwahkan Nahdlatul Ulama akan menciptakan situasi masyarakat yang kondusif dan damai. Dengan spirit keagamaan yang tinggi. NU menawarkan solusi jalan tengah sehingga dapat mereduksi setiap persoalan yang muncul baik dalam berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat dan beragama,” tutupnya. (red).